Logo dan Merk

7VB

logo

                                                 
# Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Sengeti Kelas I B. Anda Memasuki Wilayah Zona Integritas ( ZI ) Pengadilan Agama Sengeti. Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).#

Menjadi Sosok “Intelektual Organik” (Arif Irhami, S.H.I., M.Sy)

Ditulis oleh Super User on . Posted in ARSIP ARTIKEL

Ditulis oleh Super User on . Dilihat: 765Posted in ARSIP ARTIKEL

Menjadi Sosok “Intelektual Organik”

Oleh: Arif Irhami, S.H.I., M.Sy

Tulisan ini beranjak dari kenangan lama ketika masih hangat-hangatnya bangku perkuliahan, selain aktif menuntut ilmu sebagai wujud menyelesaikan tanggung jawab moral anak kepada orang tuanya yang telah membiayai dengan jerih payah keringat mereka, penulis juga mengikuti kegiatan organisasi sebagai penunjang penemuan jati diri dan tentu saja organisasi sebagai wadah untuk berkehidupan sosial ala mahasiswa pada saat itu.

Dalam beberapa diskusi bersama teman-teman dalam suasana resmi ataupun santai, ada satu topik menarik yang dibahas pada saat itu adalah peran apa yang akan kita lakukan ketika telah selesai menuntut ilmu pada bangku perkuliahan, apakah mencari kerja? Berkebun atau berusaha membuka bisnis? Melanjutkan jenjang studi S2 (dengan masih berharap bantuan subsidi orang tua)? Atau banyak hal lainnya yang menjadi target tujuan hidup masing-masing.

Dari diskusi santai yang terkadang hanya ditemani oleh gorengan dan beberapa puntung rokok (sekarang dah tobat merokok), apapun itu profesi yang akhirnya tempuh selesai menamatkan bangku perkuliahan ternyata jawaban sederhananya adalah menjadi sosok intelektual organik dimanapun berada. Kalimat keren yang terkesan idealis dan mungkin terdengar asing bagi telinga kita.

Kurang lebih Makna Intelektual organik adalah sebuah komunitas cendikia yang santun, radikal dan kritis. Dimana diharapkan dengan intelektualitasnya memiliki gagasan-gagasan perubahan dan memberi makna dalam tatanan sosial kemasyarakatan dan ikut menciptakan sejarah dengan membangun gerakan pemikiran dan kesadaran kritis untuk memberi makna bagi masa depan.” (baca, Mansour Fakih, JALAN LAIN ‘Manifesto Intelektual organik’). Sedikit mengulik buku tersebut, jelasnya merupakan bacaan yang cukup sulit untuk difahami kecuali atas keseriusan tingkat tinggi dalam membacanya dan tentunya bersedia menerima keterbukaan ide-ide baru perubahan. Karena buku ini banyak membahas tentang teori perubahan sosial yang didasarkan atas analisa filosofis serta pemikiran para tokok-tokoh perubahan.

Tulisan artikel singkat ini bukan untuk membahas tentang buku tersebut, akan tetapi penulis mencoba sedikit mengelaborasi berdasarkan pemahaman penulis yang faqir ilmu ini guna menggugah kita sebagai kalangan Intelektual peradilan untuk bersama-sama menjadi intektual organik dalam organisasi yang kita cintai ini.

Pada saat ini, bila kita melihat program Mahkamah Agung yang mengedepankan penggunaan teknologi informasi dalam segala aspek administrasinya baik secara yudisial mapun non yudisial, tentunya membutuhkan sember daya pegawai yang memiliki kemampuan dan semangat perubahan yang tinggi serta mampu menggagas hal-hal baru demi kemajuan organisasi, bukan sumber daya manusia yang hanya melakukan kegiatan kerja sebagai rutinitas formalitas semata, akan tetapi lebih dari itu juga diharapkan mampu berkontribusi dan bersemangat melakukan perubahan dari berbagai macam aspek. “Kalau dalam sebuah pembinaan diibaratkan hotel kamar 804, datang pukul 8, kemudian tidak melakukan aktifitas apapun (0) sesudahnya atau bahkan pergi meninggalkan kantor dan jam 4 kembali absen untuk bersiap-siap pulang”. Tentunya itu sindiran halus dari para pimpinan Peradilan.

Dalam konsep agama, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Kehadiran kita sebagai aparatur sipil negara dalam bidang peradilan tentunya diharapkan dapat memberikan kontribusi pelayanan peradilan yang terbaik bagi masyarakat, tentu saja pelayanan prima tersebut tidak akan terwujud bila kita hanya terpaku pada kegiatan rutinitas belaka yang terkesan formalitas tanpa dibarengi dengan keinginan untuk melakukan hal yang lebih demi peningkatan pelayanan. Kesadaran untuk terus berusaha berubah menjadi lebih baik yang didasarkan atas nilai-nilai intelektualitas inilah yang menurut penulis mencirikan sosok intelektual organik, dimana sosok tersebut akan selalu berusaha dan bertanggung jawab akan pekerjaannya, dan bahkan terlibat aktif pada gerakan-gerakan perubahan pada instansinya, berusaha menjadi pelopor dan tidak hanya menjadi pengekor.

Diantara program Mahkamah Agung pada saat ini adalah penggunaan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang menjadi jembatan digitalisasi perkara selain adanya aplikasi E-court yang menunjukkan betapa pentingnya teknologi informasi, ada juga program Pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayak Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang dimana ujung dari semua program tersebut adalah mampu menciptakan layanan terbaik, bersih dan akuntabel bagi masyarakat pencari keadilan.

Nah, guna mengimplemetasikan gagasan perubahan tersebut, tentulah dibutuhkan sosok-sosok berjiwa “Intelektual Organik” dalam diri ASNnya, baik hakim, pegawai dan juga PPNP atau tenaga honorernya. Setiap individu harus mampu dan memiliki semangat perubahan serta memiliki kesadaran kolektif bahwa tujuan organisasi tidak akan pernah tercapai bila tidak memiliki semangat perubahan dan kesadaran yang sama. Sebagai contoh; pelaksanaan pembangunan Zona Integritas tidak akan pernah tercapai bila para pegawai tidak memiliki semangat perubahan yang sama. Padahal makna Integritas itu sendiri terdapat pada nomor urut kedua pada 8 (delapan) Nilai-nilai utama Mahkamah Agung yang menunjukkan posisi integritas sebagai nilai atau norma yang sangat penting dan ideal untuk dimiliki.

Sebagai kalangan intelektual kita diharapkan mampu memberikan perubahan dan menggunakan intelektualitas yang dimiliki guna menciptakan hal-hal baru agar dapat dirasakan oleh orang lain. Konsep perubahan yang diharapkan tidak semata-mata pada spesialisasi khusus atau memiliki skill khusus tertentu, akan tetapi melakukan perubahan adalah mampu merekontruksi suatu kondisi dari yang buruk menjadi lebih baik. Nah perubahan itu sendiri tidaklah harus didasarkan atas keahlian-keahlian khusus tertentu, akan tetapi mengajak pada hal sederhana dan simple juga dapat diartikan melakukan perubahan. Sebagai contoh, gerakan perubahan dengan komitmen bersama minimal pekerjaan tuntas setiap hari, juga dapat dikategorikan sebagai perubahan yang bersifat norma kebaikan, sehingga setiap kita akan berfikir untuk melakukan minimal satu pekerjaan tuntas setiap hari. Begitu juga minimal satu kebaikan setiap hari, bila kita mampu menanamkan dalam diri kita, maka pasti akan berfikir untuk melakukan satu kebaikan setiap hari baik sesama pegawai maupun dalam melayani masyarakat pencari keadilian.

Mereka yang dengan kesadaran dan pengetahuanya mengambil langkah untuk membangkitkan kesadaran kolektif maupun individu untuk melakukan perubahan, mereka yang dengan kesadaran dan sumber-sumber kekuatan yang dimiliki, baik itu ilmu pengetahuan maupun basis massa, mengambil langkah untuk membangkitkan kesadaran untuk melakukan perubahan yang konstruktif, menurut penulis itulah yang dinamakan intelektual organik. Wallahu a’lam.

“Salam semangat perubahan dan kebersamaan menuju Peradilan Yang Agung”

Hubungi Kami

Pengadilan  Agama Sengeti
Kelas I B
Jalan Lintas Timur Komplek Perkantoran Bukit Cinto Kenang Pemkab Muaro Jambi-Sengeti 36001
Telp : (0741) 590061
Fax : (0741) 590061
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Website : www.pa-sengeti.go.id

lokasi Lokasi Kantor

Kategori

  Pengumuman

  Berita

  Artikel

  Hikmah

  Puisi

  Pantun

    copyright © 2019. Mahkamah Agung Republik Indonesia || Pengadilan Agama Sengeti Kelas 1B